Minggu, 06 Januari 2013

PERKAP 22 TAHUN 2011 Tentang Perwabku Polri (ke 1)

0 komentar
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ADMINISTRASI PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 2. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran di lingkungan Polri. 3. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut Kuasa PA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya, di lingkungan Polri adalah Kepala Satuan Kerja (Kasatker). 4. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/Kuasa PA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban belanja negara. 5. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi pengelolaan Rekening Kas Umum Negara. 6. Bendahara pengeluaran adalah personel Polri yang diangkat oleh Kapolri yang bertugas untuk menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menyelenggarakan ketatausahaan, dan mempertanggungjawabkan uang yang berada dalam pengelolaannya. 7. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan kepada pejabat penanda tangan SPM untuk menerbitkan surat perintah membayar sejumlah uang atas beban bagian anggaran yang dikuasainya untuk pihak yang ditunjuk dan sesuai syarat-syarat yang ditentukan dalam dokumen perikatan yang menjadi dasar penerbitan SPP terkait. 8. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah surat perintah yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan SPM untuk dan atas nama PA kepada BUN atau kuasanya berdasarkan SPP untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada pihak dan atas beban anggaran yang ditunjuk dalam SPP berkenaan. 9. Pejabat Penandatangan SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA atau Kuasa PA untuk melakukan pengujian atas SPP dan menerbitkan SPM. 10. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku BUN. 11. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat yang dibuat oleh Kuasa PA atau PPK yang memuat pernyataan bahwa seluruh pengeluaran untuk pembayaran belanja telah dihitung dengan benar disertai kesanggupan untuk mengembalikan kepada negara apabila terdapat kelebihan pembayaran. 12. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja yang selanjutnya disingkat SPTB adalah pernyataan tanggung jawab belanja yang dibuat oleh PA/Kuasa PA atas transaksi belanja. 13. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan yang memperoleh kewenangan selaku kuasa BUN. 14. Surat Keterangan Penghentian Pembayaran yang selanjutnya disingkat SKPP adalah surat keterangan yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran dalam hal ini Bendahara Satker (Bensatker) dan disahkan oleh KPPN untuk dan atas nama pegawai yang pindah atau pensiun yang digunakan sebagai dasar melanjutkan pembayaran gaji pada KPPN di tempat kerja yang baru dan/atau dasar untuk membayar pensiun pertama yang akan dibayarkan oleh PT. ASABRI (Persero). 15. Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh bank umum/perusahaan penjaminan/perusahaan asuransi yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa kepada PPK atau Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk menjamin terpenuhinya kewajiban penyedia barang/jasa. 16. Pertanggungjawaban Keuangan yang selanjutnya disingkat Perwabkeu adalah dokumen laporan keuangan yang dilengkapi dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran uang yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 17. Belanja Pegawai adalah dana yang disediakan/dialokasikan dalam DIPA untuk pembayaran gaji dan tunjangan serta lain-lain belanja pegawai. 18. Belanja Barang adalah dana yang disediakan/dialokasikan dalam DIPA untuk pengadaan barang/jasa, pemeliharaan, dan perjalanan dinas. 19. Belanja Modal adalah dana yang disediakan/dialokasikan dalam DIPA dalam rangka pembentukan modal termasuk untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, maupun dalam bentuk pisik lainnya. 20. Belanja lain-lain adalah dana yang disediakan/dialokasikan dalam DIPA yang digunakan untuk pengeluaran/belanja pemerintah yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis belanja. 21. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah Perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola. 22. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa. 23. Swakelola adalah Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh Kementerian Negara/Lembaga/Dinas/Instansi (K/L/D/I) sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat. 24. Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam proses Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 2 Peraturan ini bertujuan: a. sebagai pedoman dalam penyelenggaraan Perwabkeu; dan b. terwujudnya administrasi Perwabkeu yang benar, tertib, transparan dan akuntabel di lingkungan Polri. Pasal 3 Prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan Perwabkeu, meliputi: a. legal, yaitu administrasi Perwabkeu dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. akuntabel, yaitu penyelenggaraan administrasi Perwabkeu harus dapat dipertanggungjawabkan; c. transparan, yaitu Perwabkeu dilaksanakan secara jelas dan terbuka; dan d. proporsional, yaitu Perwabkeu dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya. BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DI LINGKUNGAN POLRI Bagian Kesatu Pejabat Pengelola Pasal 4 Pejabat pengelola keuangan negara di lingkungan Polri, terdiri dari: a. PA; b. Kuasa PA; c. PPK; d. Pejabat Penandatangan SPM; dan e. Bendahara Pengeluaran. Pasal 5 (1) PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a di lingkungan Polri adalah Kapolri. (2) Kapolri selaku PA dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Kuasa PA. (3) Kuasa PA pada setiap awal tahun anggaran wajib menunjuk: a. PPK; b. Pejabat Penandatangan SPM; dan c. Bendahara Pengeluaran. Pasal 6 (1) Penunjukan PPK, Pejabat Penandatanganan SPM, dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berdasarkan keputusan, dan tidak boleh merangkap jabatan. (2) Kuasa PA dapat merangkap salah satu jabatan sebagai PPK atau Pejabat Penandatangan SPM, apabila pada Satker tidak memungkinkan dilakukan pemisahan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan huruf b. Pasal 7 (1) Bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c, diangkat oleh Kapolri yang dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada pejabat yang berwenang dengan ketentuan: a. pada Satker Mabes Polri, diangkat oleh Kasatker atas rekomendasi Kapuskeu; dan b. pada Satker kewilayahan, diangkat oleh Kapolda atas rekomendasi Kabidkeu. (2) Personel yang diangkat selaku Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pejabat Polri yang menjabat sebagai Kasubbagkeu, Kaurkeu, Kasikeu atau Paurkeu di lingkungan Satkernya. Bagian Kedua Tugas Pasal 8 Kuasa PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, bertugas: a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; b. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran; d. melaksanakan pemungutan penerimaan negara berupa pajak dan bukan pajak; e. mengelola utang dan piutang; f. menggunakan barang milik negara; g. mengawasi pelaksanaan anggaran; dan h. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan Satker yang dipimpinnya. Pasal 9 PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, bertugas: a. menyusun rencana kegiatan dan penarikan dana; b. membuat perikatan dengan pihak penyedia barang/jasa yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; c. menyiapkan, melaksanakan dan mengendalikan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa; d. menyiapkan dokumen pendukung yang lengkap dan benar, menerbitkan dan menyampaikan SPP kepada Pejabat Penandatangan SPM; e. khusus untuk pengadaan Barang/Jasa PPK bertugas: 1. menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, meliputi: a) spesifikasi teknis barang/jasa; b) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan c) rancangan kontrak; 2. menerbitkan surat penunjukan Penyedia Barang/Jasa; 3. menandatangani kontrak; 4. melaksanakan kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa; 5. mengendalikan pelaksanaan kontrak; 6. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/Kuasa PA; 7. menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/Kuasa PA dengan Berita Acara Penyerahan; 8. melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/Kuasa PA setiap triwulan; dan 9. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Pasal 10 Pejabat Penandatangan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, bertugas: a. memeriksa dokumen pendukung SPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk memperoleh kepastian bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran; c. memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan hasil kerja yang dicapai dengan indikator keluaran; d. memeriksa kebenaran atas hak tagihan, meliputi: 1. pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama orang/perusahaan, alamat, nomor rekening, dan nama bank); 2. nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan/atau kelayakannya dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak); dan 3. jadwal waktu pembayaran; e. memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan sesuai dengan indikator keluaran yang tercantum dalam DIPA terkait spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam kontrak. Pasal 11 (1) Kabidkeu bertugas sebagai pembina fungsi keuangan dan Bendahara Pengeluaran untuk anggaran yang bersifat khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Anggaran yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggaran bersyarat yang pencairannya berdasarkan Otorisasi atau Perintah Pelaksanaan Program (P3). Pasal 12 Kasubbagkeu/Kaurkeu/Kasikeu/Paurkeu selaku bendahara pengeluaran bertugas: a. menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menyelenggarakan ketatausahaan dan mempertanggungjawabkan uang yang berada dalam pengelolaannya; b. menyusun laporan keuangan Satker dengan menggunakan program Sistem Akuntansi Instansi (SAI) berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK); c. membimbing penyelenggaraan fungsi keuangan di lingkungan Satker; d. menyiapkan SPP dan SPM; e. mengajukan tagihan kepada KPPN; f. mengambil Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) ke KPPN; g. menyelenggarakan proses akuntansi dan verifikasi data keuangan; h. menyelenggarakan pengolahan, posting atau cetak data pelaksanaan back up serta penyimpanannya; i. mencatat administrasi keuangan khususnya terhadap anggaran dan dana yang belum masuk dalam program komputerisasi; dan j. memotong/memungut dan menyetorkan serta melaporkan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. BAB III JENIS BELANJA DAN DOKUMEN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 13 Jenis Belanja di lingkungan Polri, meliputi: a. belanja pegawai; b. belanja barang; c. belanja modal; dan d. belanja lain-lain. Bagian Kedua Belanja Pegawai Pasal 14 Belanja Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri dari: a. gaji, meliputi: 1. gaji induk/gaji bulanan; 2. gaji susulan; 3. kekurangan gaji (rapel gaji); 4. uang muka/persekot gaji; 5. uang duka wafat; 6. uang duka tewas/gugur atau hilang; 7. gaji terusan (warakawuri/janda/duda); dan 8. tunjangan lainnya. b. non gaji, meliputi: 1. uang lembur dan uang makan lembur PNS Polri; 2. uang makan lembur anggota Polri; 3. uang makan PNS Polri; 4. honor; dan 5. insentif. Pasal 15 (1) Gaji induk/gaji bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 1 merupakan penghasilan teratur yang diterima oleh Pegawai Negeri pada Polri setiap bulannya yang harus dipertanggungjawabkan dengan kelengkapan dokumen. (2) Non Gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b merupakan penghasilan tidak teratur oleh Pegawai Negeri pada Polri secara insidentil sesuai kondisi tertentu yang harus dipertanggungjawabkan dengan kelengkapan dokumen. Pasal 16 (1) Non gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b merupakan penghasilan tidak teratur yang diterima di luar gaji. (2) Uang lembur dan uang makan lembur PNS Polri diberikan apabila melakukan pekerjaan di luar jam kerja yang telah ditetapkan, paling sedikit 2 (dua) jam dan paling lama 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari. (3) Uang makan lembur anggota Polri diberikan apabila pekerjaan di luar jam kerja yang telah ditetapkan, paling sedikit 2 (dua) jam dan paling lama 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari. (4) Uang makan PNS Polri diberikan setiap hari kerja bagi yang masuk kerja sesuai ketentuan yang berlaku, maksimal 22 hari kerja dalam 1 bulan. (5) Honor dan Insentif diberikan kepada setiap pegawai negeri pada Polri yang melakukan tugas dengan surat perintah, yang diklasifikasi dan dipersyaratkan sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 17 Pembayaran gaji Induk/gaji bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 1, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar gaji yang telah ditandatangani oleh petugas urusan gaji dan Kasubbagkeu/Kaurkeu/Kasikeu/Paurkeu selaku bendahara pengeluaran, diketahui Kasatker, disertai daftar rekapitulasi gaji; b. salinan keputusan pengangkatan pertama sebagai anggota Polri, PNS Polri/Calon Pegawai dan surat pernyataan telah melaksanakan tugas dalam hal terdapat penambahan anggota Polri, PNS Polri/Calon Pegawai; c. Kartu Pengawasan Pembayaran Penghasilan Perorangan (KP4) atau Model DA 01.04/KU-1, dalam hal terdapat pegawai negeri pada Polri, Calon Pegawai Negeri Sipil yang mengalami perubahan susunan keluarga disertai dokumen pendukungnya, berupa: 1. salinan/fotokopi surat nikah yang sudah dilegalisir untuk perubahan karena menikah; 2. salinan/fotokopi akta kelahiran yang telah dilegalisir untuk perubahan karena penambahan anak; 3. surat keterangan kuliah/sekolah, bagi anak yang berumur di atas 21 (dua puluh satu) tahun sampai dengan 25 (dua puluh lima) tahun, masih kuliah/sekolah, belum bekerja, belum/tidak pernah menikah, tidak mempunyai penghasilan sendiri, dan menjadi tanggungan pegawai negeri pada Polri/Calon Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; 4. surat keterangan cacat bagi anak cacat yang telah berusia di atas 21 (dua puluh satu) tahun yang tidak dapat mencari penghasilan sendiri, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang (dokter pemerintah); dan 5. surat keterangan adopsi dari pengadilan negeri bagi anak angkat yang diadopsi oleh Pegawai Negeri pada Polri/Calon Pegawai Negeri Sipil yang tidak mempunyai anak atau mempunyai anak yang menjadi tanggungan kurang dari 2 (dua) orang. Pasal 18 (1) Selain dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, khusus Pegawai Negeri pada Polri/Calon Pegawai Negeri Sipil yang mutasi jabatan, untuk pembayaran gajinya wajib dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. surat penghadapan dari Kasatker. b. SKPP dibuat oleh Bensatker dan disahkan oleh KPPN; c. fotokopi keputusan mutasi dari pejabat yang berwenang yang dilegalisir; d. surat perintah telah melaksanakan tugas dari Kasatker; dan e. keputusan pengangkatan pertama sebagai pegawai negeri di lingkungan Polri (khusus yang baru diangkat atau intake). (2) Dalam hal keputusan mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c belum terbit, dapat digunakan Surat Telegram mutasi jabatan yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang. Pasal 19 Pembayaran gaji susulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 2, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar gaji susulan ditandatangani oleh Bensatker, diketahui Kasatker dalam rangkap 2 (dua); b. fotokopi Keputusan Pengangkatan/mutasi dari pejabat yang berwenang yang dilegalisir dan surat perintah telah melaksanakan tugas dari Kasatker; c. surat perintah dan/atau berita acara serah terima jabatan (untuk jabatan struktural) dan surat perintah dan/atau surat keterangan menduduki jabatan (untuk jabatan fungsional); dan d. SKPP, dalam hal personel bersangkutan adalah pindahan dari Satker di luar wilayah pembayaran KPPN yang bersangkutan. Pasal 20 Pembayaran kekurangan gaji (rapel gaji) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 3, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar perhitungan kekurangan gaji yang telah dibuat dan ditandatangani oleh Pamin Gaji, Bensatker diketahui Kasatker; b. fotokopi Keputusan Kenaikan Gaji Berkala (KGB) yang dilegalisir oleh pejabat fungsi personel yang bersangkutan; c. fotokopi Keputusan Kenaikan Pangkat yang dilegalisir oleh pejabat fungsi personel yang bersangkutan; dan d. fotokopi Surat Perintah Serah Terima Jabatan untuk jabatan struktural atau keputusan/surat keterangan untuk menduduki jabatan fungsional. Pasal 21 Pembayaran uang muka/persekot gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 4, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar perhitungan uang muka/persekot gaji yang telah ditandatangani oleh Bensatker diketahui Kasatker; b. fotokopi keputusan mutasi pindah dari pejabat berwenang yang telah dilegalisir; dan c. surat permohonan dari yang bersangkutan dan diketahui oleh Kasatker. Pasal 22 Pembayaran uang duka wafat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 5, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar perhitungan uang duka wafat yang telah ditandatangani oleh Pamin Gaji dan Bensatker yang diketahui oleh Kasatker; dan b. surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang serendah-rendahnya lurah/kepala desa/dokter/kasatker. Pasal 23 (1) Pembayaran uang duka tewas/gugur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 6, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar perhitungan uang duka tewas/gugur yang telah ditandatangani oleh Bensatker yang diketahui oleh Kasatker; b. surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang serendahrendahnya Lurah/Kepala Desa/Dokter/Kasatker; dan c. keputusan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan personel/calon personel yang bersangkutan tewas/gugur, yang telah mendapat persetujuan dari Kapolri/Kapolda untuk anggota Polri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk PNS Polri. (2) Pembayaran uang duka bagi personel yang dinyatakan hilang dalam tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 6, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. laporan pelaksanaan tugas dan laporan kronologis kejadian yang dibuat dan ditandatangani oleh atasan langsung korban kepada Kapolda di Satuan Kewilayahan atau Kasatker di lingkungan Mabes Polri; b. fotokopi keputusan pengangkatan pertama sebagai anggota Polri dan Keputusan tentang penempatan, pangkat dan jabatan terakhir sebagai anggota Polri; c. fotokopi KTA Polri; d. kartu tanda peserta Asabri; e. fotokopi surat nikah dan kartu penunjukan suami/istri bagi anggota Polri yang sudah berkeluarga; f. fotokopi KTP, kartu keluarga, dan surat keterangan ahli waris; dan g. rekomendasi dari Kapolda/Kasatker yang bersangkutan kepada Kapolri. Pasal 24 (1) Pembayaran gaji terusan (warakawuri/janda/duda) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 7, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar perhitungan gaji terusan yang telah dibuat dan ditandatangani oleh Perwira Administrasi (Pamin) Gaji, Bensatker yang diketahui Kasatker di bawah nama personel/calon personel bersangkutan dengan mencantumkan waktu meninggal dunia; b. surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang serendahrendahnya Lurah/Kepala Desa/Dokter/Kasatker; c. SPTJM; dan d. SPP/SPM/SP2D. (2) Daftar penghitungan gaji terusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, termasuk Dana Pemeliharaan Kesehatan, sedangkan Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua tidak dipotong. Pasal 25 Pembayaran uang lembur dan uang makan lembur PNS Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b angka 1, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. surat perintah kerja lembur dari Kasatker; b. daftar hadir kerja dan daftar hadir lembur; c. daftar nominatif perhitungan lembur yang dibuat dan ditandatangani oleh Pamin Gaji, Bensatker yang diketahui oleh Kasatker; d. Surat Setoran Pajak (SSP), untuk PPh 21 bagi golongan III ke atas; e. SPTJM; dan f. SPP/SPM/SP2D. Pasal 26 Pembayaran uang makan lembur anggota Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b angka 2, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. surat perintah kerja lembur dari Kasatker; b. daftar hadir kerja dan daftar hadir lembur; c. daftar nominatif perhitungan lembur yang dibuat dan ditandatangani oleh Pamin Gaji, Bensatker yang diketahui oleh Kasatker; d. Surat Setoran Pajak (SSP), untuk PPh 21 bagi golongan III ke atas; e. SPTJM; dan f. SPP/SPM/SP2D. Pasal 27 Pembayaran uang makan PNS Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b angka 3, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. daftar hadir; b. daftar nominatif perhitungan uang makan PNS Polri yang dibuat dan ditandatangani oleh Pamin Gaji, Bensatker yang diketahui oleh Kasatker. c. Surat Setoran Pajak (SSP), untuk PPh 21 bagi golongan III ke atas; d. SPTJM; dan e. SPP/SPM/SP2D. Pasal 28 Pembayaran honor dan insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b angka 4 dan 5, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. surat perintah dari Kasatker; b. daftar hadir c. daftar nominatif perhitungan honor yang dibuat dan ditandatangani oleh Pamin Gaji, Bensatker yang diketahui oleh Kasatker. d. SSP, untuk PPh 21 bagi Inspektur Dua/golongan III ke atas; e. SPTJM; dan f. SPP/SPM/SP2D. Pasal 29 Pembayaran tunjangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a angka 8, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. keputusan dari pejabat yang berwenang; b. daftar nominatif yang dibuat dan ditandatangani oleh Pamin Gaji, Bensatker yang diketahui oleh Kasatker; c. SSP, untuk PPh 21 bagi Inspektur Dua/golongan III ke atas; d. SPTJM; dan e. SPP/SPM/SP2D. Bagian Ketiga Belanja Barang Pasal 30 Belanja Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, terdiri dari: a. pengadaan belanja barang/jasa secara umum dengan nilai: 1. sampai dengan Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah); 2. di atas Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); 3. di atas Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk pengadaan barang/ pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya. Jasa konsultansi sampai dengan Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); dan 4. di atas Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya, dan di atas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk jasa konsultansi; b. pengadaan belanja barang/jasa secara swakelola; c. belanja uang makan dan perawatan tahanan; d. belanja langganan daya dan jasa, meliputi: 1. listrik, telepon, gas, dan air (LTGA); dan 2. pos dan giro; e. belanja pemeliharaan; dan f. belanja perjalanan dinas: 1. dalam negeri, terdiri dari: a) perjalanan dinas biasa; dan b) perjalanan dinas mutasi; 2. luar negeri, terdiri dari: a) perjalanan dinas biasa; b) perjalanan dinas mutasi; dan c) perjalanan dinas penugasan khusus. Pasal 31 (1) Pengadaan barang/jasa yang nilainya sampai dengan Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a angka 1, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. bukti pembelian (faktur/nota); b. faktur pajak (bila kena PPn); c. SSP; d. SPTB; dan e. SPP/SPM/SP2D. (2) Pengadaan barang/jasa yang nilainya di atas Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a angka 2, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. bukti pembelian (faktur/nota); b. kuitansi; c. faktur pajak (bila kena PPn); d. SSP; e. SPTB; dan f. SPP/SPM/SP2D. (3) Pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang nilainya di atas Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp.100.000.000- (seratus juta rupiah) dan untuk jasa konsultansi yang nilainya sampai dengan Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a angka 3, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. ringkasan kontrak; b. kuitansi; c. SPTB; d. faktur barang; e. faktur pajak (bila kena PPn); f. SSP; g. Surat Perintah Kerja; h. berita acara penyelesaian pekerjaan; i. berita acara serah terima pekerjaan; j. berita acara pembayaran; k. kopi surat perintah tim panitia penerima hasil pekerjaan; dan l. SPP/SPM/SP2D. (4) Pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai di atas Rp.100.000.000- (seratus juta rupiah) dan jasa konsultansi di atas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a angka 4, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. ringkasan kontrak; b. kuitansi; c. faktur barang; d. faktur pajak (bila kena PPn); e. SSP; f. keputusan penetapan pemenang; g. surat pernyataan pakta integritas; h. bank garansi/jaminan pelaksanaan; i. surat perjanjian; j. kopi surat perintah tim panitia penerima hasil pekerjaan; k. laporan kemajuan pekerjaan dan berita acara pembayaran per termin, bila pembayarannya melalui termin; l. berita acara penyelesaian pekerjaan; m. berita acara serah terima pekerjaan; n. berita acara pembayaran; o. berita acara uji materiil, khusus barang tertentu yang dipersyaratkan dalam kontrak untuk dilaksanakan pengujian; p. kopi surat perintah tim uji materiil dari Kasatker khusus barang tertentu yang dipersyaratkan dalam kontrak untuk dilaksanakan pengujian; q. SPTB; r. jaminan bank garansi uang muka, bila mengambil uang muka; dan s. SPP/SPM/SP2D. Pasal 32 (1) Pengadaan belanja barang/jasa secara swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. surat perintah Kasatker secara swakelola; dan b. daftar nominatif penerimaan upah kerja. (2) Pelaksana swakelola wajib melaksanakan pembukuan pembelian barang dan laporan realisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 33 (1) Belanja uang makan dan perawatan tahanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. kuitansi; b. faktur barang; c. faktur pajak (bila kena PPn); d. SSP; e. SPK atau kontrak; f. berita acara penerimaan dan penyerahan makan tahanan; g. daftar perincian biaya perawatan dan makan tahanan (WT-02); h. kopi Surat Perintah Penahanan; i. kopi Surat Perintah Perpanjangan Tahanan (SPPT), apabila diperpanjang; dan j. SPP/SPM/SP2D. (2) Dalam hal tahanan di Polsek yang jaraknya dari Polres lebih dari 10 Km atau yang transportasinya sulit, Bensatker dapat memberikan makan tahanan dalam bentuk uang kepada Polsek, dengan Perwabkeu berupa kuitansi penerimaan uang dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, huruf g, dan huruf h yang dibuat oleh Polsek yang bersangkutan dan dikirimkan kepada Bensatker Polres. (3) Dalam hal di wilayah Polres tidak ada pihak ketiga yang memenuhi persyaratan ketentuan lelang dalam pengadaan makan dan perawatan tahanan, dapat dilakukan pengadaan langsung yang dibayarkan setiap bulan. Pasal 34 (1) Belanja langganan daya dan jasa LTGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d angka 1, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. bukti tagihan; b. SPTB; c. berita acara pemakaian daya dan jasa, melalui verifikasi; dan d. SPP/SPM/SP2D. (2) Belanja jasa pos dan giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d angka 2, dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. bukti pengiriman dari jasa pengiriman; dan b. SPP/SPM/SP2D. Pasal 35 (1) Belanja pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf e, dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31. (2) Untuk pemeliharaan gedung yang nilainya di atas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dilampirkan foto lama sebelum dilaksanakan pekerjaan pemeliharaan dan foto baru setelah selesai pemeliharaan. (3) Untuk pemeliharaan mesin jika terjadi penggantian mesin, mesin yang lama tetap berada pada aset Satker sebelum adanya penghapusan dari SIMAK BMN. Pasal 36 (1) Belanja perjalanan dinas biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f angka 1 butir a), dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. rincian biaya perjalanan sesuai dengan format yang telah ditentukan; b. surat perintah; c. Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan diketahui oleh pejabat di tempat tujuan; d. tiket dan kuitansi hotel; e. surat kuasa, bila diperlukan; f. bukti pengeluaran lainnya dan/atau daftar pengeluaran riil dari yang bersangkutan dan diketahui Kasatker; g. perhitungan biaya perjalanan dinas secara nominatif, bila dilaksanakan secara rombongan; dan h. SPP/SPM/SP2D. (2) Belanja perjalanan dinas mutasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f angka 1 butir b), dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. kuitansi; b. surat perintah dari Kasatker; c. surat perintah perjalanan dinas dari Kasatker; d. kopi telegram/keputusan mutasi; e. daftar keluarga; f. daftar barang; g. rincian biaya perjalanan sesuai dengan format yang telah ditentukan;dan h. SPP/SPM/SP2D.

Leave a Reply

mohon kesediaan anda memberi komentar . . .